16.06.00
0

Bung Karno terkenal sebagai "pengagum wanita". Sampai-sampai beliau memiliki 9 istri yang rela dipoligami. Kok bisa sih, kuat dipoligami?
Mana ada sih perempuan yang rela dipoligami? Itu pertanyaan yang banyak menghantui orang. Termasuk kamu. Memang dimadu itu sakit rasanya. Bayangkan saja, suami tercinta yang sudah lama hidup bersama kita, mendadak ingin ambil istri kedua, ketiga, keempat. Bahkan kesembilan, seperti yang telah dilakukan Bung Karno.
Apa semudah itu suami mengkhianati perkawinan yang konon sehidup semati? Apa memang poligami harus terjadi? Apa suami tidak memikirkan rasa sakitnya dimadu? Poligami itu sebenarnya menghindari maksiat atau untuk memuaskan birahi suami semata?


Bila poligami untuk menghindari maksiat karena perselingkuhan. Bukankah suami bisa bertaubat saja? Dan belajar setia padamu. Toh kamu akan memaafkan dia karena kamu sangat sayang pada suami. Dan bila memang selama ini suami tidak puas pada "pelayananmu", sehingga birahinya lari ke orang lain, kamu dan suami bisa memperbaiki hubungan. Memupuk kemesraan kembali.
Sayangnya, poligami tidak sekadar dilandasi dua hal itu. Berpalingnya suami dari kamu bukan karena masalah kemesraan kalian yang goyah. Bukan hanya itu! Ternyata alasannya karena suamimu sudah jatuh cinta pada perempuan lain.


Menikah tidak jaminan seseorang bisa terhindar dari "jatuh cinta lagi". Termasuk suamimu (dan dirimu sendiri tentunya). Kalian bisa jatuh cinta pada siapapun. Dan kalau sudah jatuh cinta, tidak memikirkan apa-apa lagi. Pokoknya isinya ya kasmaran lagi. Senyum-senyum sendiri, kalau lagi ngobrol sama selingkuhan.
Coba direnungkan! Bung Karno yang seorang pemimpin negara saja bisa jatuh cinta lagi. Apalagi suamimu yang cuma pemimpin rumah tangga? Suamimu punya lebih banyak waktu untuk melakukan "penyelewengan" alias "perselingkuhan". Dan kamu tidak bisa berbuat apa-apa, selain "mewek nangis" dan "teriak-teriak depresi".
Cinta sulit dilenyapkan tanpa tekad yang kuat. Marah-marah pada suami yang mau poligami malah cuma mengurangi nilai jualmu dimata suami. Maksudnya, suami malah jadi tidak bersimpati lagi padamu. Apalagi kalau sambil marah-marah, kamu pukuli suami dan banting-banting barang seisi rumah. Yang ada suami malah ikutan emosi.


Tapi kalau kamu diam saja tentu ini tidak adil. Bingung deh, ya? Daripada bingung-bingung dan emosi terus. Mending baca kisah 9 istri Bung Karno yang rela dipoligami. Kamu sudah tahu kan Bung Karno punya sembilan istri yang diakui secara resmi, sepanjang hidupnya. Siapa sajakah perempuan kuat itu?
SITI OETARI (1921-1923)


Siti Oetari adalah anak dari HOS Tjokroaminoto, ketua Sarekat Islam. Bung Karno menikahi Oetari pada tahun 1921 saat dirinya masih menjadi mahasiswa di ITB. Oetari jadi istri pertama Bung Karno. Namun pernikahan mereka berakhir pada tahun 1923.
Alasan perceraian mereka karena Oetari masih sangat muda, baru berumur 16 tahun. Di antara keduanya lebih nyaman sebagai kakak-adik saja, bukan suami istri. Lagipula Bung Karno juga kasihan pada Oetari karena sering ditinggal pergi ke Bandung. Dan Bung Karno juga mulai sibuk memperjuangkan Revolusi Indonesia.
Karena merupakan istri pertama yang diceraikan. Maka Oetari tidak merasakan sakitnya dipoligami. Namun dari beliau, kamu bisa belajar akan kerelaan dalam melepaskan sosok yang disayang. Rasa sayang tidak berarti harus jadi suami-istri. Ada satu titik kehidupan di mana pasangan suami istri harus rela pisah, demi kebaikan.


Namun entah mengapa dari informasi lain, bahkan bersumber dari buku biografi Bung Karno berjudul Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, dikisahkan bahwasanya hubungan antara Soekarno dengan Oetari hancur karena Soekarno kadung jatuh cinta pada sosok Inggit Garnasih.
Sosok Inggit pada waktu itu adalah istri dari Haji Sanusi. Sedangkan Soekarno sendiri juga suami dari Oetari. Namun yang namanya gejolak asmara. Mereka tidak mampu menahannya. Mereka berciuman dan sangat saling cinta. Awalnya Soekarno hanya memendam rasanya. Begitu pun Inggit. Tapi akhirnya bersatu juga. Lagipula rumah tangga mereka sudah sama-sama tidak menyenangkan. Inggit dan Haji Sanusi tidak klop. Soekarno dan Oetari juga tidak klop.
INGGIT GARNASIH (1923-1943)


Seperti yang telah diuraikan di atas, maka Inggit Garnasih menjadi istri Bung Karno di urutan kedua. Ceritanya dramatis hingga akhirnya mereka bersatu. Perselingkuhan Inggit dengan Bung Karno tercium oleh pria sunda bernama Haji Sanusi itu.
Sanusi merasa sangat sakit hatinya. Inggit pun sebenarnya tidak enak hati. Tapi ia membeberkan mengapa perselingkuhan ini sampai terjadi. Karena ia sudah lama tidak cocok dengan sikap sanusi yang menelantarkan dan kerap keluar malam. Dan ia ingin sekali bisa menjadi istri dari pejuang revolusi.
Maka Haji Sanusi pun merelakan Inggit, menceraikannya pada tahun 1923. Dengan wejangan, bahwa Soekarno harus menjaga Inggit. Jangan sampai menelantarkannya. Dan ia juga berpesan pada Inggit untuk tetap mendampingi Soekarno berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.


Pernikahan Soekarno dengan Inggit adalah yang paling lama di antara istri lain. Berjalan selama 20 tahun. Hingga pada suatu hari, Soekarno jatuh cinta pada gadis bengkulu yang bernama Fatimah. Soekarno mengganti namanya menjadi Fatmawati agar terdengar seperti orang Indonesia.
Soekarno tidak bisa menahan gejolak asmaranya pada Fatmawati. Beliau pun bertanya pada Inggit, bersediakah bila Inggit dimadu. Soekarno juga berkata bahwa selama 20 tahun perkawinan mereka, mereka tidak dikaruniai anak. Padahal Bung Karno ingin punya anak, untuk meneruskan perjuangannya yang Maha Dahsyat.


Inggit tidak mau dipoligami. Ia memilih diceraikan dan kembali ke Bandung. Maka Soekarno pun menceraikannya dengan sangat berat hati. Inggit merasa dikhianati oleh Fatmawati dan Soekarno. Namun apalah yang dapat dilakukannya. Lelaki sebesar Bung Karno memang seharusnya memiliki penerus dari rahim istrinya sendiri. Cukup sampai di sini perjuangan Inggit. Ia yang antar Bung Karno hingga gerbang kemerdekaan, dan selanjutnya ia harus rela Fatma yang lakukan.
Sungguh betapa kuatnya hati Inggit dalam menolak poligami itu. Ia memilih pergi saja daripada dimadu karena ia tahu, dirinya tidak akan pernah bisa berbagi suami. Ini bisa dijadikan pelajaran olehmu. Bila kamu memang tidak bisa menerima poligami, minta cerai saja. Kamu harus kuat.
FATMAWATI (1943-1956)


Dalam poin cerita di atas sudah dijelaskan sekilas siapa itu Fatmawati. Ia adalah gadis bengkulu berumur 22 tahun. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa ia juga adalah anak angkat Inggit. Ya, pada mulanya Fatma memang sering datang ke rumah Inggit dan Bung Karno karena ia memang sudah dianggap anak.
Tapi inilah yang namanya cinta, kadang-kadang bisa NTR (Nikung Tanpa Rem). Soekarno jatuh cinta pada Fatma. Dan gadis belia ini pun tidak menolaknya. Siapa juga gadis yang bisa lepas dari pesona Bung Karno? Bukankah beliau memang tampan, berwibawa dan karismatik?
Bung Karno menaruh harapan pada Fatmawati untuk bisa melahirkan anak. Beliau sangat berharap revolusinya tidak terhenti disaat beliau meninggal kelak. Maka menikahlah mereka. Dan dikarunia 5 anak yang kesemuanya masih hidup hingga sekarang.


Tapi kebahagiaan Fatmawati berakhir. Ia harus mengalami nasib serupa Inggit dulu. Soekarno jatuh cinta lagi pada gadis lain. Ia bilang ingin menikahi Hartini. Seorang janda 5 anak yang berumur 29 tahun. Soekarno meminang Hartini dengan alasan tidak bisa bekerja tanpanya karena ia sungguh mencintai Hartini. Ia memohon Hartini untuk mau jadi istri kedua. Meski tidak bermahkota dan tidak tinggal di istana negara, kelak Hartini akan tinggal di Istana Bogor.
Fatmawati hancur hatinya. Ia pun meninggalkan istana negara dan memboyong anak-anaknya. Ia sangat kecewa pada Bung Karno mengapa lah harus ingin punya istri lagi. Dalam kondisi begini, ia teringat dengan Ibu angkatnya, Inggit Garnasih. Ia merasa ini semacam karma, dosa di masa lalu. Ia pun minta maaf pada Inggit karena dulu merebut Soekarno. Ia juga curhat bahwa kali ini ia kehilangan Soekarno dengan cara serupa.
HARTINI (1952-1970)


Hartini dulu ditentang habis-habisan oleh banyak kalangan karena dianggap sudah menggulingkan First Lady (Fatmawati) dari istananya. Tapi baginya, ia sama sekali tidak sedang merebut Bung Karno. Dan baginya, Sang First Lady cuma ada satu, dan itu adalah Fatma. Betapapun Hartini mencoba menjadi yang pertama, ia akan selamanya menjadi yang kedua.
Tidak ada yang bisa menggantikan Fatmawati. Ia hanya menjalankan takdirnya. Dan ia buktikan bahwa ia akan menjadi istri Bung Karno hingga maut memisahkan. Buktinya, saat Bung Karno jatuh cinta pada Kartini Manoppo, dan menikahinya. Hartini tetap setia jadi istrinya. Bung Karno saat meninggal juga sedang dalam pangkuan Hartini.


Dari Hartini kamu bisa belajar sikap dewasa. Meskipun posisinya istri kedua, jangan sampai cemburuan. Meski pasanganmu menikah lagi jangan sampai protes. Dinikmati saja, disyukuri. Sungguh Hartini adalah sosok yang sangat dewasa, pantas saja Bung Karno jatuh cinta.
KARTINI MANOPPO (1959-1968)


Kartini adalah seorang pramugari maskapai Garuda Indonesia. Ia memiliki paras sangat cantik. Hingga mampu memikat hati Bung karno. Kartini dinikahi Bung Karno pada tahun 1959. Kala itu Bung Karno tentu saja sudah memasuki usia senja. Sebelum dinikahi, Bung Karno sebagai lelaki sejati juga melakukan trik-trik cinta. Ia sering bepergian menggunakan pesawat di mana Kartini bertugas. Bahkan Kartini sengaja dipesan untuk ada di pesawat yang ditunggangi Bung Karno.
Seperti yang dulu-dulu, kebahagiaan Kartini mesti terenggut kala Bung Karno poligami lagi. Ia menikahi seorang gadis Jepang yang sangat cantik. Kartini tidak bisa menolak. Hanya bisa menerima lapang dada, seperti istri-istri terdahulu Bung Karno.
RATNA SARI DEWI (1962-1970)


Dewi memiliki nama asli Naoko Nemoto. Ia berasal dari Tokyo Jepang. Ratna Sari Dewi menjadi belahan jiwa Soekarno. Bahkan Soekarno berwasiat bila Dewi meninggal, diminta untuk dimakamkan di satu liang dengannya. Dengan Ratna Sari Dewi, Bung Karno memiliki satu anak perempuan, yaitu Karina.
Dewi merupakan sosok yang toleran. Dia juga setia pada Soekarno. Ia mendampingi Soekarno bepergian ke luar negeri. Dewi merupakan sosok yang cerdas dan memiliki pandangan hidup yang khas. Soekarno merasa paling cocok ngobrol dengan Dewi. Dari sosok Dewi ini kamu bisa belajar akan pentingnya menghormati suami dan mendampinginya dalam segala hal termasuk bertukar pikir. Meski kamu adalah korban poligami, kamu tidak boleh menyepelekan suami.
HARYATI (1963-1966)


Sebenarnya di tahun-tahun terakhir hidup Bung Karno ia menikah dengan banyak perempuan dalam rentang waktu singkat. Hingga susah ditelusuri yang mana dulu yang dinikahi. Tapi jelas Haryati dinikahi tahun 1963 dan diceraikan tahun 1966. Saat bersama Haryati, Bung Karno sudah memiliki istri lain, yaitu Dewi.


Haryati merupakan seorang penari istana negara. Ia dinikahi karena lagi-lagi Bung Karno tidak bisa menahan gejolak cintanya. Hartini dengan sangat kuat hatinya menerima pinangan itu. Ia tidak peduli dirinya menjadi istri keberapa. Haryati diceraikan Soekarno karena merasa sudah tidak cocok. Bung Karno merasa tidak klop lagi dengan watak Haryati.
YURIKE SANGER (1964-1968)


Hubungan antara Yurike dengan Bung Karno menuai kontroversi. Bayangkan saja, bagaimana bisa seorang murid SMA diajak untuk poligami. Apalagi sosok yang menikahinya adalah presiden Republik Indonesia. Yurike yang masih bocah itu pun kaget. Tapi ia tidak bisa menolak pesona Bung Karno. Ia akui bahwa dirinya juga sangat cinta pada Bung Karno. Akhirnya keduanya menikah secara Islam.
Bung Karno sangat cinta pada Yurike. Rasa cemburunya sangat besar. Hingga pernah diceritakan pada suatu ketika Yuri dirawat di Rumah Sakit karena hamil anggur. Di RS Yurike mendapatkan perlakuan khusus. Bahkan ada pegawai RS yang sengaja membawakan Televisi ke kamar Yuri supaya ia tidak bosan. Tapi oleh Bung Karno TV itu disuruh dibuang saja, karena saking cemburunya.
Yurike dipaksa meminta cerai oleh Bung Karno karena kondisi yang tidak lagi memungkinkan untuk menjalani kehidupan rumah tangganya. Bung Karno tidak mau Yurike terlantar. Ia harus bisa menikah dengan orang lain yang akan menafkahinya. Dari sosok Yurike, seorang istri dari poligami bisa belajar arti menyayangi dan mematuhi petuah suami. Sayang suami, patuh suami, tapi harus rela kalau disuruh pergi. Toh perginya demi kebaikan.
HELDY DJAFAR (1966-1969)


Heldy merupakan istri kesembilan Bung Karno. Ia dinikahi pada saat situasi politik bangsa sudah sangat kacau. Pernikahan mereka berakhir dalam rentang waktu 2 tahun. Heldy meninggalkan Bung Karno meski Bung Karno ingin Heldy tetap bertahan jadi istrinya.
Melihat kondisinya, apa yang dilakukan Heldy memang terkesan egois. Tapi, sebagai istri yang sah, ia memang berhak  menggugat cerai suaminya di saat suaminya memang sudah tidak mampu menjaganya. Dan apa yang ia lakukan sudah benar. Biar bagaimana pun Bung Karno saat itu sudah sangat susah posisinya. Heldy masih muda, ia harus bisa move on dengan laki-laki lain.


Bagaimana? Apa kamu sudah merasa kuat sekarang? Sudah kuat untuk dipoligami? Sudah rela bila suamimu mengambil istri kedua dan seterusnya? Semoga kamu sekarang menjadi lebih kuat karena menyerap energi dari sembilan istri Bung Karno yang kuat-kuat itu.

0 komentar:

Posting Komentar