21.24.00
0

Dan muaranya aku tersadar hanya ditakdirkan untuk sekedar mencintai bukan dipersatukan lantas memiliki. Menyakitkan memang saat aku hanya ada di posisi sebagai obat atas luka yang kamu rasakan. Namun setidaknya aku juga berbahagia dalam genangan luka saat kamu memilih dia. Karena cinta tak memaksa untuk kita bisa menjadi miliknya.

Sempat berjuang untuk bisa memiliki nyatanya belum cukup untuk membuatmu percaya bahwa rasa ini pernah mencintai dan berjuang dengan hebatnya. Sempat meluangkan masa untuk sekedar membahagiakan dan mengupayakan bukan juga menjadi alasanmu untuk bisa meletakkan hati ini di ruang rindumu. Dan bahkan semua sepahit itu saat aku menyadari bahwa hingga saat ini aku masih mengharapkan senyum itu kau hadirkan untukku bukan dia. Iya, pada akhirnya harus aku buka lembaran lama yang kembali menusuk luka yang selama ini belum juga pulih. Tak mudah memang melepaskanmu setelah perjuangan panjang untukku bisa menghadirkan bahagia dan peluk itu. Hingga kini masih saja aku menjadi pecandu senyummu yang kau hadirkan untuknya namun disini aku masih berharap besar untuk bisa memilikinya. Lebih dari itu, di ruang kesendirian ini masih saja rasa ini berkhayal untuk bisa memiliki walaupun jelas-jelas kamu sudah singgah di lain hati. Pada akhirnya rasa ini harus terjebak dalam genangan luka yang terus membasahi hati ini dengan perihnya lara. Serpihan rasa atas pecahnya hati kembali menancap yang menjadikan hati ini terlalu sakit untuk sekedar berharap apalagi mendekap. Terlalu jauh memang harapanku ini, namun berharap itu tak salah bukan? Biarkan aku disini masih mengagumi setidaknya aku tak ingin menggangu bahagiamu sekarang ini.


Suatu saat tetiba kau datang menghampiri. Wah hati ini senang sekali menerima kedatangan yang telah lama di nanti. Kamu menangis mengurai luka, entah mengapa aku juga tak tahu tetiba kamu datang begitu saja memeluk raga yang belum bersiap dengan rasanya. Memang aku dan kamu adalah sahabat tapi hati ini berharap juga bisa mendekap bukan sekedar dekat. Dalam pelukmu kamu meneteskan air mata mengurai pilu akan kekasihmu. Iya, dia tanpa alasan hilang dalam keentahan. Tak segan aku memberimu bahu untuk bersandar untuk sekedar bisa membuatmu tenang dan tegar, walaupun ada juga harapan untuk kamu bisa sadar. Malam itu aku habiskan untuk mendengar sekujur kisahmu yang sudah kau jalani bersama dia. Menyakitkan memang ketika aku harus berusaha menjadi pendengar yang baik untuk kisah yang menurutku tak baik namun tak apalah. Setelah usaha ini akan melupakanmu, akhirnya malam itu kembali aku tutup dengan kegagalan merelakan dan merindu. Ya, setelah itu detik berlalu kamu masih saja berdiam dalam kisah pilu. Padahal disini ada aku yang selalu bersiap mencintaimu. Entah bagaimana pemikiranmu aku tak tahu.


Beberapa waktu setelah sempat berharap hati ini bisa memiliki, aku akhirnya tahu bahwa dia telah kembali untuk hatimu. Dan dengan bodohnya kamu juga kembali menerimanya. Betapa kembali sakit hati ini ditikam tajamnya perih hati. Harapan yang dengan susah payah aku rangkai jatuh dan pecah begitu saja kembali menjadi kepingan yang menusuk rasa. Aku sadar aku tak lebih dari sekedar pengobat luka. Aku hanyalah sandaran sementara saat dia tak ada. Dan yang lebih menyakitkan, aku selalu bersedia walaupun bukan menjadi tokoh utama. Ya, selalu berharap bahwa kelak hati itu tahu siapa yang mencintaimu dan siapa yang pantas mendapat ruang dalam lubuk rindu.

0 komentar:

Posting Komentar