16.33.00
0
    ilustrasi anak obesitas (kwanchaichaiudom/Thinkstock)



    AgenPokerTerpercaya -- Arya Permana, seorang bocah asal Karawang berusia 10 tahun, tengah  menjadi perbincangan hangat karena bobot tubuhnya yang tak wajar. Di usia 10 tahun, Arya sudah  memiliki bobot nyaris 200 kilogram.

 Arya adalah anak bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Ade Somantri (40) dan Rokayah (34).  Selama ini mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di Kampung Pasirpining, Desa Cipurwasari, RT  2 RW 1, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Menurut cerita sang Ibu, Rokayah, Arya lahir dengan berat badan normal. “Lahir pada 15 Februari 2006, beratnya 3,8 kilogram,” ujar Rokayah, dilansir dari Detikcom. 

Seiring berjalannya waktu, bobot Arya terus bertambah. “Nafsu makannya besar,” cerita ibunya. 

Kasus obesitas sebenarnya bukan hal baru di Indonesia atau di belahan dunia lainnya. Hanya saja kasus Arya ini termasuk unik dan 'ajaib.' Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Aryono Hendarto, SpAK, menjelaskan bahwa sebenarnya obesitas dapat terjadi karena dua faktor yaitu faktor nutrisi atau hormonal dan genetik.

"Biasanya di antara kedua ini 90 persen karena faktor nutrisi, 10 persennya hormonal dan genetik, atau ada kemungkinan kelainan organik, serta sindrom-sindrom tertentu," katanya saat dihubungi Wartawan Kamis (30/6).

Terkait dengan yang terjadi pada Arya, Aryono pun berpendapat bahwa bobot kelahiran saat Arya bayi terhitung besar, meski belum disebut sebagai obesitas. 

"Tapi kalau diusianya 10 tahun sudah memiliki berat hampir 200 kilogram ini tidak lazim, orang dewasa dengan bobot yang sama saja tidak lazim, tidak umum. Jadi kalau hanya faktor nutrisi saja rasanya jarang 10 tahun sampai begini, saya pribadi punya pasien usia 10 tahun juga paling 90 kg sampai 120 lah, tapi tidak ada yang sampai segitu," katanya.

Aryono melihat hal tersebut bukan hanya disebabkan oleh faktor nutrisi, tetapi ada kemungkinan adanya faktor lain.

"Jangan-jangan ada kelainan organik seperti tumor hipofisi, kelenjar di dalam otak yang mengatur keseimbangan dan energi, serta mengatur kenyang dan lapar. Tumor ini kemudian merusak kontrol kenyang dan lapar, kalau itu rusak bisa terjadi obesitas, karena nafsu makannnya jadi tidak terkendali. Saya khawatir ada seperti itu," ujar dia.

Sebelumnya Arya yang telah diperiksa oleh tim dokter di RS Bersalin Asih, Panglima Polim, Jakarta Selatan, menyatakan dengan beratnya yang tidak wajar, kondisi Arya tetap sehat.

Namun, dengan kondisi Arya yang kini memiliki masalah kesulitan bernapas, bahkan pergi berjalan ke sekolah pun sudah tak mampu. Saat tidur dia harus menyandarkan kepala ke tembok untuk membantunya bernapas lebih mudah. 

Melihat kondisi demikian, Aryono justru berpendapat sebaliknya. Kondisi Arya kemungkinan besar sudah tidak sehat.

"Ini harus di cek laboratorium, itu sudah tidak sehat. Kalau anak sehat itu anak yang aktif. Saya melihat anak ini komplikasinya sudah ikut, kolesterolnya tinggi, bisa diikuti diabetes melitus, kemudian hipertensi dan itu berkaitan dengan sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan. Dia bisa saat tidur malam tapi sebenarnya tidak tidur," ujarnya.

"Yang dikhawatirkan ya itu gagal napas karena paru-parunya tidak berkembang, kemudian kedua gagal jantung, karena jantungnya tidak bisa memompa lagi," tambahnya.

Penanganan Aman untuk Obesitas

Arya yang kini tengah menjalani diet, sejak diperiksa dokter dan pertanggal 15 Mei 2016 lalu bobot Arya berhasil turun empat kg menjadi 188 kg. 

"Kalau bicara tata laksana obesitas pada anak, memang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang umumnya. Pertama adalah intervensi diet, bedanya kalau pada anak apalagi balita harus mengutamakan gizi seimbang, tidak seenaknya kurangi kolesterolnya, kurangi lemaknya. Tidak bisa karena anak dalam masa pertumbuhan," kata Aryono.

Ia pun menyebutkan bahwa salah satu bagian yang menyusun hormon pertumbuhan adalah kolesterol. Untuk itu, sarannya adalah tetap melakukan diet dengan memperhatikan bagaimana kebutuhan  pertumbuhannya dan sesuai dengan pedoman gizi seimbang. 

Selain intervensi diet, ia pun menyatakan perlu adanya perilaku makan sehat dan perilaku hidup sehat.

"Perilaku makan sehat itu jangan 'snack-ing' yang tidak sehat, dan hidup sehat itu jangan main komputer atau game, tetapi tidak ada aktivitas fisik, keluarga pun harus mendukung perilaku ini, orang tua jangan seenaknya menyuruh anak diet tapi dia makan juga, lalu jangan diperlakukan beda dengan anak lainnya. Keterlibatan keluarga itu penting," tuturnya.

Tak hanya bagaimana mengatur pola makan, penanganan obesitas juga bisa dilakukan melalui terapi obat. Menurutnya, ada dua jenis obat yang direkomendasikan untuk obesitas, namun biasanya hanya diperuntukkan orang dewasa saja. Dan yang terakhir, adalah dengan cara pembedahan atau operasi.

"Ini jarang dilakukan di Indonesia, paling hanya satu dua kasus, dengan tujuan mengurangi kapasitas lambung dengan dipotong atau diikat," katanya.

Meski demikian, Aryono menyarankan agar Arya dapat diperiksa lebih lanjut, karena kekhawatirannya akan kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang membuat berat badan Arya tidak lazim.

"Kalau sudah seperti ini harus ditangani oleh tim, tidak bisa seorang dokter saja. Saran saya ini harus dieksplorasi ke arah kelainan organik lain, seperti tumor yang kemungkinan ada di saraf otak," pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar